Serayu, Mitos, dan Semar
OPINI | 27 November 2013
“

LOKASI CANDI ARJUNA, PEGUNUNGAN DIENG
SERAYU, MITOS, DAN SEMAR
Oleh: Kristianto Afandi
SERAYU
merupakan salah satu sungai di Pulau Jawa. Sungai tersebut mengalir
dari hulu pegunungan Dieng (Jawa Tengah), hingga bermuara di laut
selatan yang berdekatan dengan Gunung Srandil. Sebuah gunung
sakral yang berada di wilayah Adipala, Cilacap, Jawa Tengah. Dari hulu
pegunungan Dieng, Sungai Serayu yang mengalir serupa urat nadi dalam
kehidupan manusia tersebut melintasi lima wilayah kabupaten di Jawa
Tengah, antara lain: Banjarnegara, Wanasaba, Purbalingga, Banyumas
(Purwakerta), dan Cilacap.
A. Mitos Terjadinya dan Penamaan Sungai Serayu
Menurut sebagian masyarakat, Sungai Serayu memiliki mitos yang berkaitan dengan proses terjadinya serta penamaannya.
1. Mitos tentang Proses Terjadinya Sungai Serayu
Bima
merupakan putra Pandu Dewanata yang lahir dari rahim Dewi Kunthi
Nalibrata. Bima yang pula merupakan salah seorang saudara Bayu tersebut
adalah panenggak Pendawa. Sang senopati agung dari Negeri Amarta saat terjadi perang suci Bharatayuda di medan laga Kurukasetra.
Sebagai
ksatria yang berjiwa sentosa, jujur, dan keras kepala; Bima tidak mudah
untuk ditundukkan setiap hasratnya. Karenanya sewaktu Bima ingin
mendapatkan tirta perwitasari di dasar samudera; tak seorang pun dari
keluarga Pandhawa, Anoman (kadang Bayu), dan bahkan ibunya sendiri tak
mampu mengurungkan hasratnya itu.
Dengan
sepenuh keyakinan, Bima yang telah mendapatkan petunjuk dari Resi
Kumbayana (Druna) berangkat ke laut selatan untuk mendapatkan tirta
perwitasari. Sewaktu melangkah menuju laut selatan itu, langkah Bima
meninggalkan jejak-jejak berlubang yang kemudian menjadi sungai yang
panjang, lebar, dan dalam. Sungai itulah yang kemudian dikenal oleh
masyarakat sebagai Sungai Serayu.
2. Mitos tentang Penamaan Sungai Serayu
Menurut penuturan dari sebagian masyarakat, bahwa nama Serayu berasal dari dua kata bahasa Jawa, yakni sira (Anda) atau sirah (kepala) dan ayu
(cantik). Dengan demikian nama Serayu memiliki makna ‘Anda yang
berparas cantik’ atau ‘kepala dengan wajah yang cantik’. Perihal kisah
yang melatar-belakangi penamaan Sungai Serayu adalah sebagai berikut:
Pada
masa pemerintahan Kasunan Demak Bintoro, hiduplah seorang sunan yang
sakti mandraguna dan sekaligus menguasai ilmu agama. Sunan yang
merupakan anggota Wali Sanga itu bernama Sunan Kalijaga. Beliau adalah
putra Tumenggung Wilwatikta dari Kadipaten Tuban yang pula dikenal
dengan nama Raden Said.
Sebagai
seorang sunan yang memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan ajaran
agama Islam di Tanah Jawa, Kalijaga sering menghabiskan waktunya untuk
melakukan pengembaraan, dan tinggal dari tempat satu ke tempat lainnya.
Manakala perjalanannya terbentur pada tepian sungai yang lebar dan
dalam, Sunan Kalijaga (Sunan Undik) menyaksikan kepala perempuan
berwajah cantik yang muncul tiba-tiba di tengah permukaan sungai. Dari
peristiwa yang dialaminya, Sunan Kalijaga kemudian menamakan sungai itu
sebagai Sungai Serayu.
B. Semar, Sang Penjaga Hulu dan Hilir Sungai Serayu
Di
pegunungan Dieng yang merupakan hulu Sungai Serayu tersebut, terdapat
sejumlah candi yang menggunakan nama tokoh wayang, di antaranya: Candi
Yudhistira, Candi Bima, Candi Arjuna, Candi Nakula, Candi Sadewa, Candi
Gathutkaca, Candi Bisma, dll.
Selain
candi-candi di muka, Pegunungan Dieng yang merupakan hulu Sungai Serayu
tersebut pula memiliki Candi Semar. Sementara di Gunung Srandil sendiri
yang berdekatan dengan hilir Sungai Serayu tersebut terdapat patung
Semar. Di mana patung tersebut telah dijadikan sebagai penandaan tempat
turunnya Semar (Sang Hyang Bathara Ismaya) dari kahyangan Jong Giri
Saloka ke Mercapada (Tanah Jawa) yang berada di titik puncak Gunung
Srandil tersebut.
Bila
menilik dari situs yang ada yakni Candi Semar di Pegunungan Dieng dan
patung Semar di Gunung Srandil, maka keberadaan Sungai Serayu tidak
dapat dilepaskan dengan eksistensi dewa kang apawak manungsa
(dewa berwujud manusia) tersebut. Dewa yang menyamar sebagai kawula
berwatak sederhana, jujur, sabar, rendah hati, berbelas kasih, mencintai
pada sesama, dekat dengan keutamaan dan jauh dari keangkaramurkaan,
serta tidak terlalu susah bila mendapatkan cobaan dan tidak terlalu
gembira bila mendapatkan keberuntungan.
Dari
sini dapat diasumsikan kemudian kalau Sungai Serayu merupakan sungai
suci yang bukan sekadar memberikan penghidupan bagi manusia secara
tulus, namun memiliki makna simbolik yang sangat dalam. Dimana sungai
tersebut dapat dimaknai sebagai cinta kasih kudus yang mengalir
terus-menerus dari sang bapa atau lingga (Pegunungan Dieng) pada sang biyung atau Yoni (Laut Selatan).
Karenanya
tak heran, bila masyarakat yang hidup di kiri-kanan sepanjang Sungai
Serayu selalu melakukan upacara tradisi Sedekah Bumi. Upacara ini
ditujukan untuk mengungkapkan rasa syukur atas cinta kasih berwujud air
kehidupan yang diberikan oleh Tuhan melalui sungai tersebut. Selanjutnya
air kehidupan tersebut tidak hanya berguna bagi petani untuk
menumbuh-kembangkan tanaman di ladang atau sawahnya, namun pula untuk
menjaga kelangsungan hidup manusia.
C. Kesimpulan
Berangkat
dari mitos kejadian dan penamaan, serta situs Semar yang berada di hulu
dan hilir Sungai Serayu dapat dipetik berbagai kesimpulan, antara lain:
1. Bila
ditilik dari mitos kejadian, maka Sungai Serayu dapat dimaknai sebagai
mozaik laku transendental Bima (manusia) yang ingin memahami ilmu sangkan-paraning dumadi (asal dan tujuan hidup). Ilmu yang merupakan kunci di dalam mendapatkan pemahaman ilmu manunggaling kawula-Gusti yang merukan gerbang menuju paripurnaning dumadi.
2. Bila
ditilik dari mitos penamaan, Serayu merupakan sungai yang berkarakter
wanita (beraliran lembut, jernih, dan bening). Karena berkarakter
wanita, Serayu tidak seperti sungai-sungai berhulu dari kaki gunung
berapi yang berkarakter garang dan menimbulkan bencana banjir lahar
dingin yang dapat membinasakan kelangsungan hidup manusia dan
menghancurkan lingkungan sekitarnya.
3. Bila
ditilik dari situs Candi Semar di Pegunungan Dieng (hulu sungai) dan
patung Semar di Gunung Srandil (hilir sungai), maka keberadaan Sungai
Serayu senantiasa mendapatkan perlindungan dari Semar (Sang Hyang
Bathara Ismaya). Sosok dewa apawak manungsa yang selalu menjaga keselarasan hubungan kosmis, yakni: mikro-kosmis (orang-orang di kiri-kanan sepanjang tepian sungai) dan makrokosmis (sungai yang merupakan bagian dari alam raya tersebut).
Sukoharjo, 27 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar